ASSALAMUALAIKUM....

Selamat Datang Di Blog Saya,, Semoga Blog Saya dapat Memberikan Manfaat bagi kalian semuaa...,, Dan jangan Lupa Sebelum kalian keluar dari Blog Saya Tinggalkan Comenntmuu... Okeyy!!

Terima Kasihh

Sabtu, 03 November 2012

Contoh CERPEN " UNIK


BOLEH NGGAK PERCAYA


Bulatan kertas terlempar kesana kemari. Sebagian siswa kelas X8 yang telah selesai Ulangan Biologi lisan, bergurau dan tak bisa diam.
Pak Dance selaku guru biologi memang sengaja membiarkan mereka. Karena setiap guru, memiliki cara penilaian tersendiri.
Dewi, Ayu dan Meli telah selesai mengikuti ulangan. Mereka sibuk ngegosip di lantai bawah deret paling belakang. Puji yang melihat ketiga rekannya bercanda ikut gabungan.
            “Ehm….” Terdengar suara dari arah belakang.
            “Eh Pak Pance, ada apa ya pak?”
            “Kalian ini bener-bener bandel ya. Masih sok nggak berdosa lagi. Otak kalian itu dimana? Di dengkul? Kenapa kalian ngegosip di lantai. Kalian sama sekali tidak menghargai saya!”
            Ke empat siswi itu hanya berpandangan. Sepertinya hal ini memang telah biasa terjadi.
            “Maaf Pak, kami memang salah. Tapi ini kan bagian dari keaneka ragaman.” Meli mencoba menurunkan darah yang mulai memuncak.
            “Pokoknya kalian seka…..” Ucapan Pak Pance terhenti. Sepertinya ada sesuatu yang mengenai kepalanya. Dia lantas menoleh ke belakang.
            Guru Biologi asal Medan itu tampaknya sangat marah. Akibat sebuah bulatan kertas mengenai kepalanya.
            Digapainya bulatan kertas itu. Tertulis beberapa bait kata.
            “Nora, I Love U. Kapan-kapan aku ke rumahmu ya….”
            “Hah, tulisan siapa ini?” Pak Pance menggertak. Namun terlihat sedikit simpul senyum di bibirnya.
            Seisi kelas hening seperti tak ada tanda-tanda kehidupan.
            “Baik, kalian semua sudah keterlaluan. Jangan harap kalian bisa mendapat kan nilai  diatas 7.”
            “Nggak adil kan Pak?”
            “Yang bilang ini adil toh sapa?”
            “Pak, kalo bapak bisa menjawab pertanyaan kami, bapak boleh menghukum kami. Tapi sebaliknya, jika tidak, sanksi yang bapak berikan gagal.”
            “Baik. Kalian boleh Tanya apa saja. Asalkan tentang Bab ini.”
            Semua siswa-siswi X-8 berdiskusi. Nasib mereka dipertaruhkan hanya oleh sebuah tebakan.
            “Pak, Animalia apa yang makan Crinoidea(Lili laut)?” Dewi mengacungkan jarinya.
            “Ya banyak lah, beberapa hewan laut lainnya bisa makan crinoidea.”
            “Hore….bapak salah….huiii…asyik kita menang….” Beberapa siswa bersorak kegirangan.
            “Kalian yang bodoh, jawaban itu benar!”
            “Tentu salah pak, yang benar…….”
            “Animalia yang bisa makan lilia laut, adalah ayam yang pake baju selam. Bunga lili di pekarangan rumah saya juga dimakan ayam kok Pak.” Meli menjawab denga penuh keyakinan.
            Semua siswa x-8 lantas tertawa serentak. Tapi, guru biologi itu malah mengerutkan keningnya. Ternyata, seorang doctor jurusan biologi, kalah hanya dengan banyolan siswa-siswi teledoran.
            Pak Pance tak mengatakan apapun. Dia lantas keluar dari ruang kelas.
            Kelas ini memang kelas unggulan, tapi tidak hanya unggul dalam pelajaran, tapi juga unggul dalam akal-akalan.
            “Ahhhh…” terdengar suara teriakan dari arah luar kelas. Seluruh siwa keluar dan ingin mengetahui apa yang telah terjadi.”
            Seorang siswa XII IPA 5 terlihat berlari begitu kencang. Di belakangnya seorang wanita setengah baya menyejarnya.
            “Ha…ha… itu kan mak Naimah, orang gila baru dikampungku.”
            “Pantes mukanya mirip kamu Vi?”
            “Heh, emang aku apanya. Dia bukan apa-apaku. Sorry yee….”
            “Huhh… asyik uber, ayo tangkap!” Teriak bagus keras-keras.
            Pemandangan itu bertambah saat satpam sekolah ikut mengejar Mak Naimah.
            “Vi, emang dia gila karena apa?” Bagus bertanya heran.
            “Oh…itu karena dia ditinggal pergi kekasihnya.
            “Kapan?”
            “Saat Bapakmu lebih memilih untuk menikah dengan ibumu.  Huwa..ha..ha..”
            “Uh… dasar!” celoteh Bagus sambil menjitak kepala Evi.
            Tapi walau mak Naimah adalah orang gila baru, wajahnya lumayan cantik. Malah kata orang-orang, dulu sebelum dia gila, dia mirip Luna Maya. Wah…. Kalah dong Dewi.
            Pemandangan semakin seru. Kali ini, pusat perhatian bertempat di ruang guru.
            Ada apa ya disana?
            “Ngintip yuk…” Nora berlari kecil menuju ruang guru.
            Ternyata eh ternyata, mak Naimah sedang bercuap-cuap dengan Pak Pance.  Wah, CLBK nih. Alias Cinta Lama Bersemi Kembali.  Wah… gawat, kiamat sudah dekat. 
            Rahasia penting terbongkar.  Ternyata, Pak Pance adalah mantan kekasih mak Naimah.
            “Asyik, ini berita besar! Besar banget” ungkap Meli.
            “Sebesar apa Mel? Apa sebesar Cintamu pada Pak Pance yang cakep itu?” Dewi menyambung percakapan.
            “Enak aja bibirmu bergerak, maksud gue, berita ini akan menjadi besar sebesar berita perceraian artiszz. Getoh..”
            Dewi melihat ke arah Meli, emang sih sepertinya meli jadi salah tingkah and jadi kurang nyambung diajak ngobrol.
            Sejenak, hening terjadi. Suasana benar-benar terfokus pada Pak Pance.
            Wah… Pak Pance nembak mak Naimah!!!
            “Apa?? Nggak Mungkin….!” Meli tersentak kaget. Kok bisa ya.
            Aneh, tapi nyata.  Percaya nggak percaya, ya harus percaya.  Wong untuk percaya, nggak bayar kok. Apa sulitnya percaya?
            “Setidaknya, mak Naimah sekarang udah nggak gila lagi.”  Evi tersenyum lega.  
                       
                        *          *          *

MAKNA SEBUAH LUKISAN

Sampailah aku di tanah Rarejo, sebuah desa yang amat indah dan sejuk di pelosok kota Semarang.  Ku telusuri tepi jalan desa hingga aku melihat Andi yang duduk bersila di tengah hijaunya ruas-ruas batang padi.
“Andi…” teriakku begitu keras.  Andi menoleh dan langsung berlari kearahku.  “Neisya, kau kah itu ?” ucap Andi begitu girang bertemu kembali denganku.  “Andi, kita ketemu lagi Di.  Aku seneng banget”.
“Maafkan aku Di, aku pernah membuatmu begitu sedih karena ucapanku”. Air mataku tak kuasa kubendung.
“Neisya, akulah yang salah.  Seharusnya aku memang tak pantas memberimu kado hanya sebuah lukisan yang tak berarti itu.  Seharusnya, aku bisa memberimu lebih dari hanya sebuah lukisan wajahmu!”
“Aku baru menyadari Di, bahwa kau dan lukisanmu itu begitu berarti bagiku”.
“Neisya, kamu jangan menangis.  Kita berpisah bukan karena lukisanku.  Tapi karena kita harus melanjutkan sekolah”, ucap Andi sambil menghapus tetesan air mata di pipiku.
“Tapi kenapa hari ini kamu tidak ke Jakarta? Kamu lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku?”
Andi menunduk sejenak.  “Aku tak punya ongkos Nes.  Sawah ini belum panen.  Dan lagi, aku tak punya apa-apa sebagai kado untukmu di hari ini.  Aku hanya bisa melukis dan menggarap sawah”.  Andi lalu duduk di atas tumpukan kerikil.
“Selamat ulang tahun yang ke 16 Nes, semoga kamu selalu memperoleh apa yang kamu inginkan”.  Wajah Andi begitu murung, dia tak kuasa menatapku.
“Andi, boleh aku minta sesuatu?”
“Apa?”
“Bolehkah aku meminta kembali lukisan yang pernah kau berikan padaku?”
“Hah…?! Lukisan buatanku itu?”
“Ya, aku ingin lukisan itu menjadi kado Ultahku yang ke 16 ini! Kamu masih menyimpannya kan?”
“Tentu, akan aku ambilkan”.  Andi kemudian langsung berlari ke rumahnya di seberang jalan.  Andi pun kembali dengan sehelai lukisan wajahku di tangannya.
“Ini, aku senang kau mau menyimpannya kali ini.  Mungkin kamu baru tahu Nes, aku membuat lukisan ini dengan cinta dan sepenuh hati. Meskipun…” ucapan Andi terhenti.
“Meskipun kenapa Di?”
“Meskipun lukisan ini benar-benar tidak mirip kamu!”
“Ha…ha…” Kami tertawa bersama-sama.  Inilah kado ulang tahun terbaik yang pernah ku dapat.
Aku lalu duduk di samping Andi.  Tiba-tiba… “Andi, burung-burung itu akan merusak tanaman padimu!” ucapku sambil menunjuk kearah para burung yang hendak mendekati tanaman padi Andi.
Andi berusaha mengejar burung-burung itu. Tapi…
“Sialan!” ucap Andi yang tiba-tiba jatuh tersungkur ke sawahnya yang berlumpur.
“Ha…ha…. Dasar Andi, dari dulu tetap saja ceroboh”.
“Every time, every where, you always careless!” ucapku sambil tertawa karena tak tahan melihat wajah Andi yang kotor karena lumpur.
“Mana boleh mentertawakan orang lain! But, this is my style. Dan selalu ada hikmah di balik kecerobohan.”
“Dasar Andi!” Aku tersenyum.  Kubantu dia membersihkan wajahnya yang penuh lumpur.
“Andi, kamu masih ingat kan, kamu dulu juga pernah jatuh di tempat yang sama?”
“Tentu saja, kala itu kita masih menjadi pelajar SMA”.
Aku dan Andi bercanda tawa di tengah sawah.  Kami mengingat masa lalu saat kami masih duduk di bangku SMA.  Hingga tak terasa hari Minggu itu telah beranjak sore.
“Neisya, ini sudah sore. Biasanya sebentar lagi akan ada angkutan umum yang lewat disini. Dan itu angkutan terakhir di hari ini”. Ucapan Andi kembali membuat hatiku gundah.
“Kenapa hanya sesingkat ini Di?”
“Nes, Semarang-Jakarta itu jauh.  Besok kamu kan harus masuk sekolah!”
“Berjanjilah padaku Di, kamu akan datang pada ulang tahunku yang ke 17, tahun depan !”
“Tidakkah itu terlalu cepat? Bagaimana jika aku ke Jakarta bulan depan saja?” Andi kemudian tersenyum.
“Kau memang tak pernah berubah”.
“Ya, Aku memang tak akan pernah berubah. Aku akan tetap sayang pada Neisya, selamanya….”  Ucap Andi sembari menatapku begitu dalam.
“Tet  ..tet…” sebuah angkutan umum yang siap mengantarkanku ke terminal kota, berhenti di pinggir sawah. Dan itulah tanda aku harus pulang ke Jakarta.
“Aku akan menunggumu di Jakarta!”
“Tentu, kita akan bertemu lagi bulan depan”. Perlahan genggaman tangan Andi lepas dariku.
Kulangkahkan kaki menaiki Angkutan itu dan kulambaikan tangan sambil ku peluk lukisan dari Andi.
“Neisya, selamat ulang tahun….!” teriak Andi saat angkutan yang kutumpangi menjauh darinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar